I was in my car quarter to twelve in the morning, driving to the hospital and arriving 30 minutes after that.
Check-up semalam merupakan yang pertama buat diriku selepas kali pertama datang bulan lepas. Terus terang aku katakan aku sedikit takut dan perasaan malu itu masih ada. Tapi aku gagahkan, pedulikan kata orang. Yang penting rawatan terbaik harus aku terima. Dan aku tahu di situlah banyak doktor dan kakitangan berpengalaman mampu membantu.
Khamis merupakan hari yang dikhususkan untuk warga negara asing mendapatkan rawatan. Penuhkan ruang menunggu dengan perbagai macam manusia dari segala bangsa. Ada yang berselubung, ada yang merah mata dan tak kurang yang menggunakan penutup mulut. Tapi kebanyakannya kelihatan susah dan bekerja berat.
Jujurnya, aku sedikit paranoid. Tapi ingatan pada Allah menguatkan aku, mereka ini barangkali senasib dan mungkin lebih mulia dari aku sendiri. Tidak sedikit terdetik dalam hatiku untuk melabel atau beranggapan buruk, kerana aku tahu ketentuan Allah itu sangat adil dan penuh hikmah. Sedikit demi sedikit timbul rasa keinsafan dan perasaan bersyukur atas apa yang aku miliki sekarang.
Aku bukanlah orang paling malang dan tidak beruntung dalam dunia ini. Masa depanku bukanlah yang paling gelap jika dibandingkan dengan orang lain. Dan keadaan kesihatanku bukan paling kronik yang pernah dialami oleh mana-mana manusia.
Aku insaf. Sedalam-dalamnya. Allah itu Maha Kuasa, Dia mampu mernyedarkan dan membuka mata kita bila dikehendakiNya. Sebelum ini aku jarang sekali memikirkan perkara selain kehidupan harianku, masalah masyarakat dan kesusahan insan lain. Tapi hikmah hadiah Allah ini, aku kini sedar dan mampu melihat lebih banyak tanda kebesaran dan keadilan Allah s.w.t.
***
Tiba-tiba beberapa kanak-kanak berlarian. Gembira penuh gelak tawa. Paling besar pun mungkin 5 tahun. Semuanya bertutur bahasa yang tidak aku fahami, dan mereka dibawa beberapa insan yang berkemeja dengan tulisan "UNHCR Volunteer". Mereka keluar masuk bilik doktor dengan kanak-kanak tadi, seorang demi seorang.
Kemudian datang seorang gadis caucasian. Rambut perang dengan baju serba merah jambu. Cantik! Kanak-kanak tadi berlari mendapatkan gadis tersebut, dan dia memeluk setiap anak-anak tadi, mencium dan memberi makanan seperti darah daging sendiri. Aku pasti mereka bukan anak-anak gadis tadi. Dan aku masih keliru dengan apa yang aku lihat.
"Mereka anak-anak yang dilahirkan dengan hadiah Allah ini, tanpa ibubapa. Volunteer tu lah yang jaga." ujar kaunselor ku.
Aku tergamam. Cuba menahan air mata.
Apa dosa mereka? Apa yang mereka lakukan sehingga Allah menentukan mereka begini? Sekecil itu, apa yang mereka tahu? Dikala manusia sebaya mereka yang lain bermain dan hidup sihat, mereka berhadapan dengan hadiah Allah ini. Tak mungkin mereka faham tentang liku-liku hidup, sehingga tiba masanya nanti.
Aku termenung sendirian, berfikir. Solat zohorku tengah hari hampir terganggu.
Jika dibandingkan, aku beratus kali lebih beruntung. Tidak dapat digambarkan betapa aku sangat bersyukur dengan apa yang aku miliki.
Kanak-kanak tadi aku pasti suci seperti kain putih. Jauh dari dosa. Jangan dipersoalkan keadilan Allah. Mungkin taqdir mereka begitu disebabkan khilaf ibu bapa mereka. Dan ketentuan Allah ini merupakan ujian buat kita yang melihat, jururawat yang membantu dan doktor-doktor yang bertanggungjawab. Ia merupakan cabaran besar buat kita semua, sebagai khalifah Allah. Wajib ke atas kita semua, terutama mereka yang mempunyai kuasa untuk membantu. Mungkin Allah sebenarnya bukan menguji anak-anak ini, tapi kita semua.
Perbualan aku petang itu dengan kaunselor banyak membuka mata. Bukan mudah perjuangan mereka, perjuangan yang perlu ditempuhi dari lahir. Dan cabaran untuk doktor dan juruwat tidak kurang hebatnya. Cabaran peribadi aku? Jauh sekali lebih mudah jika dibezakan.
Ya Allah, berikan ketabahan hati kepada kami semua dan permudahkanlah urusan kami.
(bersambung part 2)
Thursday, 28 February 2013
Wednesday, 27 February 2013
A post from the clinic (Number 1)
I am currently at the clinic. To see the doctor for the first time. Its actually the second visit here and this time around I think they will assess my condition thoroughly. I am as healthy as a horse today so I don't see I'll be here long. Pray to Allah that there will be no surprise and unexpected problem.
Ya Allah Ya-Sami', permudahkan urusanku dan kekalkan kesihatanku.
While waiting I am reading Yasmin Mogahed's Reclaim Your Heart. And one of the most interesting paragraph I shall quote here;
***
For most people, the object of worship is something from this worldly life, dunya. Some people worship wealth, status, fame, and some worship their own intellect. Some even worship other people.
These object of worship are things to which we become attached. However an object of attachment is not just something that we love. It is something that we need, in the deepest sense of the world. It is something that if lost, cause absolute devastation. If there is anything-or anyone-other than God that we could never give up, then we have a false attachment. Why was Nabi Ibrahim was told to sacrifies his son? It was to free him from false attachment. Once he was free, his object of love was given back to him.
****
I tried to relate this to myself. What is my purpose of living? Before having this gift, I always look for wealth and happiness as my love, and it simply become an attachment. And because of that, it dragged me into a state where I almost forgot who we really are; His servant. And only after He gave me this I realize that we shall live to fulfill the purpose as a servant. Not attached to dunya. Yasmin describes it well, get yourself free from your needs, and build the love towards Him.
It is easier said than done. We are human. Insan means forgetting. Thus constant du'a and istighfar are necessary, with the reminder from people around us. InsyaAllah, He will make our path easy and keep our iman strong until He call us back one day.
Monday, 25 February 2013
How do you know that Allah is the True God?
She is always being perfect. She complement me. And completes me.
We always talk about live our life with Islam. And argue over matters related to fiqh and ibadah. And as a spiritual needs, we always remind each other about the du'a and calm each other when we are in trouble.
Today she asked me two simple questions. Over Whatsapp.
"Why are you a Muslim?"
I get her question right in the first place and answer;
"Because Allah destined me to be one". And she didn't say anything after that. I guess that answer satisfies.
"What makes you believe that Allah is the true God? And other religion are not the truth?"
I paused for couple of minutes and couldn't answer her. Then I decided to drive home from office first and think of an answer along the way.
Reaching home, I still couldn't find out the answer. So I text her;
" I can feel that Allah is real. Because often I pray, I get what I want. Even though sometimes I didn't. And there's and evidence."
"What are the proof and evidences?"
"People who are sick were healed. And kejadian manusia itu sendiri. And look around us, everything that exist is a sign of kebesaran Allah."
"Ok. But it still doesn't answer. If a non believer ask you, he/she can say his/her God is the true God."
This is a very hard question. I am a Muslim since I was born and I perform solah everyday. I surrender myself to Allah, but I dont know how to tell others that Allah is the true God. I surrender, and I ask her back;
"I can't answer that. I'm that jahil. Why don't you answer?"
"Because God should and must be all perfect. He doesn't need anything or anyone. Nothing is like Him. And Allah is all that. The very first concept of Islam. The oneness of God. And the perfection of God. And all these other beliefs, can't be the truth. Because whatever they claim of their God tak perfect. How can God ada anak. How can God ada image. Dalam Quran ada cerita how Prophet Ibrahim As mencari tuhan. Surah Al-An'am."
Panjang lebar ulasannya. She does read a lot, way more than myself. I just realize that my Islam, my faith is at the edge of a cliff. Merely survive and there's a lot more act and supplements need to be done to pull me back from falling. Banyak lagi ilmu Allah yang aku perlu pelajari. Bukan sekadar nama ber bin kan ayahku orang Islam, aku perlu mendalami dan betul-betul faham apa itu Islam. Kalau tidak, apa makna solat dan ibadah, jika pegangan dan kefahaman masih goyah.
Aku betul-betul merasakan gadis ini mampu menyempurnakan hidupku. Dia punyai hampir semua ciri yang aku cari. Tapi persoalannya, bagaimana aku nak beritahu dia tentang diri aku ini :p
We always talk about live our life with Islam. And argue over matters related to fiqh and ibadah. And as a spiritual needs, we always remind each other about the du'a and calm each other when we are in trouble.
Today she asked me two simple questions. Over Whatsapp.
"Why are you a Muslim?"
I get her question right in the first place and answer;
"Because Allah destined me to be one". And she didn't say anything after that. I guess that answer satisfies.
"What makes you believe that Allah is the true God? And other religion are not the truth?"
I paused for couple of minutes and couldn't answer her. Then I decided to drive home from office first and think of an answer along the way.
Reaching home, I still couldn't find out the answer. So I text her;
" I can feel that Allah is real. Because often I pray, I get what I want. Even though sometimes I didn't. And there's and evidence."
"What are the proof and evidences?"
"People who are sick were healed. And kejadian manusia itu sendiri. And look around us, everything that exist is a sign of kebesaran Allah."
"Ok. But it still doesn't answer. If a non believer ask you, he/she can say his/her God is the true God."
This is a very hard question. I am a Muslim since I was born and I perform solah everyday. I surrender myself to Allah, but I dont know how to tell others that Allah is the true God. I surrender, and I ask her back;
"I can't answer that. I'm that jahil. Why don't you answer?"
"Because God should and must be all perfect. He doesn't need anything or anyone. Nothing is like Him. And Allah is all that. The very first concept of Islam. The oneness of God. And the perfection of God. And all these other beliefs, can't be the truth. Because whatever they claim of their God tak perfect. How can God ada anak. How can God ada image. Dalam Quran ada cerita how Prophet Ibrahim As mencari tuhan. Surah Al-An'am."
Panjang lebar ulasannya. She does read a lot, way more than myself. I just realize that my Islam, my faith is at the edge of a cliff. Merely survive and there's a lot more act and supplements need to be done to pull me back from falling. Banyak lagi ilmu Allah yang aku perlu pelajari. Bukan sekadar nama ber bin kan ayahku orang Islam, aku perlu mendalami dan betul-betul faham apa itu Islam. Kalau tidak, apa makna solat dan ibadah, jika pegangan dan kefahaman masih goyah.
Aku betul-betul merasakan gadis ini mampu menyempurnakan hidupku. Dia punyai hampir semua ciri yang aku cari. Tapi persoalannya, bagaimana aku nak beritahu dia tentang diri aku ini :p
Sunday, 24 February 2013
Syukur: Bring Yourself Closer to Him
Selama aku hidup dari kecil hingga kini, banyak sungguh nikmat dan kesenangan yang aku perolehi. Mungkin aku dan keluargaku tidak sekaya mana, tapi cukup makan pakai dan kami adik-beradik dibesarkan denagn penuh kasih sayang. Tidak ada kurangnya. Dan aku diajarkan untuk bersyukur dengan setiap yang diterima dan dianugrahkan oleh Allah. Memang aku bersyukur, aku ucapkan alhamdulillah setiap kali kesenangan datang tapi baru kini aku sedar, semua itu sekadar ucapan dimulut. Tidak betul-betul sampai ke hati.
Dalam Islam dan Quran; syukur (Asy-syukr) didefinasikan sebagai ucapan, perbuatan dan rasa tulus dari hati terhadap segala nikmat Allah ke atas diri kita. Nikmat Allah sangat banyak dan tidak terhitung. Sejak lahir kita dikurniakan penglihatan, pendengaran dan perasaan dan beterusan lah nikmat Allak itu seiring dengan hidup kita. Besar atau kecil, nikmat Allah bagi setiap insan itu mungkin berbeza tapi sebagai hambanya, kita wajib bersyukur atas segalanya.
Sebelum aku menerima hadiah Allah ini, aku tidak benar-benar menghargai dan rasa bersyukur atas rezeki yang aku terima setiap hari. Dari kecil, aku dikurniakan dengan sedikit kelebihan dalam pelajaran. Aku sentiasa mendapat keputusan cemerlang dalam pelajaranku. Seperti ditulis, perjalananku ke universiti tidak banyak halangannya. Mungkin dulu aku masih muda dan konsep syukur itu belum betul-betul dirasakan. Dan aku mendapat kerjaya yang aku rasa cukup baik dan stabil. Setiap bulan, tatkala menerima gaji, aku anggap ia merupakan hasil titik peluh aku bekerja dan aku wajar diberi ganjaran. Tidak jelas dalam hatiku yang itu merupakan nikmat Allah ke atas diriku yang telah ditentukannya.
Nikmat kesihatan dan kesempurnaan tubuh badan juga aku lupakan. Aku jarang sekali sakit, kalau ada pun sekadar demam selesema. Pernah sekali aku mendapat demam campak, tapi itupun tidak membuatkan hatiku terkesan. Setiap anggota tubuhku sempurna, tidak ada cacat yang nyata. Cantik sungguh kurnian Allah ke atas diriku, tapi sayangnya dulu aku tidak benar-benar bersyukur.
Kini, setelah apa yang berlaku, aku benar-benar bersyukur atas nikmat Allah kepadaku hingga hari ini. Hadiah ini bukan sesuatu yang aku minta, tapi ia adalah ujian Allah kepada diriku atas kekhilafan yang aku lakukan. Dan aku redha dengan ketentuanNya itu. Disebalik kesusahan dan rasa resah hati yang aku alami kini, aku sedar aku masih lagi sangat beruntung. Walaupun sedikit nikmat kesihatan telah ditarik balik, tapi jika dibandingkan dengan insan lain aku masih jauh lebih sihat. Setakat ini, aku masih belum lagi jatuh sakit dan aku sentiasa berdoa setiap kali selepas solat untuk memelihara kesihatanku. Aku yakin dengan kebesaran Allah, Dialah yang Maha Berkuasa menentukan sesuatu. Jika ditaqdirkan aku sakit, maka sakitlah aku. Tapi aku akan terus berdoa dan berusaha untuk kekal sihat.
Ramai sahabat yang berkata, aku patut bersyukur kerana aku tahu aku menerima hadiah ini dalam tempoh yang sangat pendek dari tarikh ia masuk. Kurang 50 hari. Aku belum lagi jatuh sakit, bahkan belum ada simptom. Ada orang yang bertahun-tahun masih tidak tahu sehingga sudah teruk sakitnya, dan selama itulah masih hidup dalam maksiat. Aku bersyukur padaMu Ya Allah, engkau bukakan hatiku lebih awal dari aku lebih jauh dalam kesesatan.
Tidak perlu kita selalu melihat ke atas dan bezakan dengan diri kita. Cukuplah mengeluh, dan lihat kepada mereka yang kurang bernasib baik berbanding kita. Ucapkan Alhamdulillah apabila menerima setiap nikmat, dan kurangkan lah berangan-angan. Sebelum Allah tarik nikmatNya kepada diri kita, kuatkanlah rasa bersyukur dalam hati. Sesungguhnya, rasa bersyukur itu adalah sebaik-baik pemujuk hati dari sifat tamak, pelupa dan kufur. Bersyukurlah, kerana ia akan mendekkatkanmu dengan Allah.
Dalam Islam dan Quran; syukur (Asy-syukr) didefinasikan sebagai ucapan, perbuatan dan rasa tulus dari hati terhadap segala nikmat Allah ke atas diri kita. Nikmat Allah sangat banyak dan tidak terhitung. Sejak lahir kita dikurniakan penglihatan, pendengaran dan perasaan dan beterusan lah nikmat Allak itu seiring dengan hidup kita. Besar atau kecil, nikmat Allah bagi setiap insan itu mungkin berbeza tapi sebagai hambanya, kita wajib bersyukur atas segalanya.
Oleh itu ingatlah kamu kepadaKu (dengan mematuhi hukum dan undang-undangKu), supaya Aku membalas kamu dengan kebaikan; dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu). (Al-Baqarah, 2:152)
Sebelum aku menerima hadiah Allah ini, aku tidak benar-benar menghargai dan rasa bersyukur atas rezeki yang aku terima setiap hari. Dari kecil, aku dikurniakan dengan sedikit kelebihan dalam pelajaran. Aku sentiasa mendapat keputusan cemerlang dalam pelajaranku. Seperti ditulis, perjalananku ke universiti tidak banyak halangannya. Mungkin dulu aku masih muda dan konsep syukur itu belum betul-betul dirasakan. Dan aku mendapat kerjaya yang aku rasa cukup baik dan stabil. Setiap bulan, tatkala menerima gaji, aku anggap ia merupakan hasil titik peluh aku bekerja dan aku wajar diberi ganjaran. Tidak jelas dalam hatiku yang itu merupakan nikmat Allah ke atas diriku yang telah ditentukannya.
Nikmat kesihatan dan kesempurnaan tubuh badan juga aku lupakan. Aku jarang sekali sakit, kalau ada pun sekadar demam selesema. Pernah sekali aku mendapat demam campak, tapi itupun tidak membuatkan hatiku terkesan. Setiap anggota tubuhku sempurna, tidak ada cacat yang nyata. Cantik sungguh kurnian Allah ke atas diriku, tapi sayangnya dulu aku tidak benar-benar bersyukur.
Kini, setelah apa yang berlaku, aku benar-benar bersyukur atas nikmat Allah kepadaku hingga hari ini. Hadiah ini bukan sesuatu yang aku minta, tapi ia adalah ujian Allah kepada diriku atas kekhilafan yang aku lakukan. Dan aku redha dengan ketentuanNya itu. Disebalik kesusahan dan rasa resah hati yang aku alami kini, aku sedar aku masih lagi sangat beruntung. Walaupun sedikit nikmat kesihatan telah ditarik balik, tapi jika dibandingkan dengan insan lain aku masih jauh lebih sihat. Setakat ini, aku masih belum lagi jatuh sakit dan aku sentiasa berdoa setiap kali selepas solat untuk memelihara kesihatanku. Aku yakin dengan kebesaran Allah, Dialah yang Maha Berkuasa menentukan sesuatu. Jika ditaqdirkan aku sakit, maka sakitlah aku. Tapi aku akan terus berdoa dan berusaha untuk kekal sihat.
Ramai sahabat yang berkata, aku patut bersyukur kerana aku tahu aku menerima hadiah ini dalam tempoh yang sangat pendek dari tarikh ia masuk. Kurang 50 hari. Aku belum lagi jatuh sakit, bahkan belum ada simptom. Ada orang yang bertahun-tahun masih tidak tahu sehingga sudah teruk sakitnya, dan selama itulah masih hidup dalam maksiat. Aku bersyukur padaMu Ya Allah, engkau bukakan hatiku lebih awal dari aku lebih jauh dalam kesesatan.
Tidak perlu kita selalu melihat ke atas dan bezakan dengan diri kita. Cukuplah mengeluh, dan lihat kepada mereka yang kurang bernasib baik berbanding kita. Ucapkan Alhamdulillah apabila menerima setiap nikmat, dan kurangkan lah berangan-angan. Sebelum Allah tarik nikmatNya kepada diri kita, kuatkanlah rasa bersyukur dalam hati. Sesungguhnya, rasa bersyukur itu adalah sebaik-baik pemujuk hati dari sifat tamak, pelupa dan kufur. Bersyukurlah, kerana ia akan mendekkatkanmu dengan Allah.
Thursday, 21 February 2013
Yes, I'm A Dissapointment
40 hari.
Orang kata, kalau istiqamah melakukan sesuatu selama 40 hari, maka kekal lah perkara itu dalam dirinya. Seperti solat, jika dikerjakan 40 hari dengan penuh tertib dan khusyuk nescaya akan berterusanlah solat itu selagi tidak dikerjakan perkara mungkar. Hurm, kes aku ni bagaimana ya? Dah 40 hari, maka akan kekallah ia dalam diriku? Tersenyum aku bila memikirkannya.
Pagi tadi, aku berjumpa ketua jabatan aku buat pertama kali selepas aku kembali dari bumi Arab itu. Kerana kesibukan tugas, dia hanya sempat mengatur jadual untuk bertemuku hari ini selepas hampir seminggu aku pulang. Aku mengatur langkah longlai, tapi aku gagahkan juga supaya tidak nampak aku terganggu dengan keadaanku sekarang.
Ketua jabatanku telah banyak membantu aku dalam segala hal di tempat kerja. Aku menghormatinya lebih dari sekadar seorang orang atasan. Dialah yang telah mengambil aku bekerja 4 tahun lepas, dan dialah juga yang telah menutup aibku, dan membawaku pulang dari tanah Arab itu ketika aku buntu dengan langkahku. Orangnya simple, tapi penuh ilmu dan kesabaran.
Ketika aku masuk ke biliknya, dia tersenyum. Tawar. Tidak seperti sebelum-sebelum ini. Apabila berjumpa denganku, dia sentiasa bersemangat bila berbual denganku. Aku jelas kekok, walaupun sebelum ini aku sangat selesa dengannya. Tidak sepatah dia bertanya bagaimana ia terjadi, dan sentiasa bersikap positif dan menerima apa yang berlaku terhadapku.
"Bila saya tahu keadaan you, to be honest hati saya shattered."
"Saya ada harapan yang sangat tinggi for you. You are one of the staff yang saya harap untuk succeed and out stand among your batch, your group of colleague"
Hati aku remuk bila mendengar kata-kata itu. Aku tahu, aku telah menghancurkan harapan ramai orang. Mungkin dari segi kerja aku masih boleh berikan yang terbaik. Tapi dari segi sahsiah dan keperibadian, banyak yang sudah tercalar. Imej aku di depan ketuaku tidak lagi sama.
Tapi dia sangat positif. Aku tahu. Walaupun dalam perbualan itu penuh kekecewaan, tapi aku tahu dia masih berharap yang terbaik dariku. Aku tahu dia terkejut, dan reaksi itu mungkin hanya sementara. Dia pasti risau, dan sibuk bertanyakan apa tindakan untuk berdepan hadiah ini. Dan panjang lebarlah penenranganku. AKu yakinkan yang aku telah betul-betul insaf, dan akan mendapatkan bantuan terbaik. Dan dengan izin Allah, aku mampu hidup seperti biasa dan bekerja seperti dulu.
Matanya berkaca. Jelas. Tapi aku tahu dia menyimpan perasaan.
"Saya anggap semua dalam department kita macam keluarga. We spend 10 hours everyday with each other in the office, and even hujung minggu pun kita masih berhubung. Saya concern."
"Allah dah tentukan nasib you begini. Sabarlah. Dan nasihat saya, bukan sebagai bos you, tapi sebagai keluarga, jangan kembali lalai dan mengulangi kesalahan itu. Sebab memang lumrah insan, insan tu maksudnya lupa. Dan bila kita dah terbiasa dan ok, kita akan lupa dan buat semula. Biarlah sampai mati kekal macam ni."
Demi Allah, aku takkan mengulangi lagi kesalahan itu.
Nasihatnya amat terkesan. Aku tahu dan dalam setiap doaku selepas solat, aku bermohon supaya Allah kekalkan nikmat iman dalam diriku dan rasa takut akan siksamu sehingga akhir hayatku.
Aku jadi tertekan dengan perasaan bersalah bila menyebabkan orang kecewa denganku. I had failed you. Aku minta maaf. Tidak ada apa yang mampu aku lakukan untuk mengubah masa silam itu, tapi aku akan mengubah masa depan ini InsyAllah.
Dan aku mengadu pada sahabat worior. Affected people katanya. And there are also like us, it will take some time for them to accept the news. Jangan katakan dia, aku sendiri pun masih goyang.
InsyaAllah. Things will get better.
Orang kata, kalau istiqamah melakukan sesuatu selama 40 hari, maka kekal lah perkara itu dalam dirinya. Seperti solat, jika dikerjakan 40 hari dengan penuh tertib dan khusyuk nescaya akan berterusanlah solat itu selagi tidak dikerjakan perkara mungkar. Hurm, kes aku ni bagaimana ya? Dah 40 hari, maka akan kekallah ia dalam diriku? Tersenyum aku bila memikirkannya.
Pagi tadi, aku berjumpa ketua jabatan aku buat pertama kali selepas aku kembali dari bumi Arab itu. Kerana kesibukan tugas, dia hanya sempat mengatur jadual untuk bertemuku hari ini selepas hampir seminggu aku pulang. Aku mengatur langkah longlai, tapi aku gagahkan juga supaya tidak nampak aku terganggu dengan keadaanku sekarang.
Ketua jabatanku telah banyak membantu aku dalam segala hal di tempat kerja. Aku menghormatinya lebih dari sekadar seorang orang atasan. Dialah yang telah mengambil aku bekerja 4 tahun lepas, dan dialah juga yang telah menutup aibku, dan membawaku pulang dari tanah Arab itu ketika aku buntu dengan langkahku. Orangnya simple, tapi penuh ilmu dan kesabaran.
Ketika aku masuk ke biliknya, dia tersenyum. Tawar. Tidak seperti sebelum-sebelum ini. Apabila berjumpa denganku, dia sentiasa bersemangat bila berbual denganku. Aku jelas kekok, walaupun sebelum ini aku sangat selesa dengannya. Tidak sepatah dia bertanya bagaimana ia terjadi, dan sentiasa bersikap positif dan menerima apa yang berlaku terhadapku.
"Bila saya tahu keadaan you, to be honest hati saya shattered."
"Saya ada harapan yang sangat tinggi for you. You are one of the staff yang saya harap untuk succeed and out stand among your batch, your group of colleague"
Hati aku remuk bila mendengar kata-kata itu. Aku tahu, aku telah menghancurkan harapan ramai orang. Mungkin dari segi kerja aku masih boleh berikan yang terbaik. Tapi dari segi sahsiah dan keperibadian, banyak yang sudah tercalar. Imej aku di depan ketuaku tidak lagi sama.
Tapi dia sangat positif. Aku tahu. Walaupun dalam perbualan itu penuh kekecewaan, tapi aku tahu dia masih berharap yang terbaik dariku. Aku tahu dia terkejut, dan reaksi itu mungkin hanya sementara. Dia pasti risau, dan sibuk bertanyakan apa tindakan untuk berdepan hadiah ini. Dan panjang lebarlah penenranganku. AKu yakinkan yang aku telah betul-betul insaf, dan akan mendapatkan bantuan terbaik. Dan dengan izin Allah, aku mampu hidup seperti biasa dan bekerja seperti dulu.
Matanya berkaca. Jelas. Tapi aku tahu dia menyimpan perasaan.
"Saya anggap semua dalam department kita macam keluarga. We spend 10 hours everyday with each other in the office, and even hujung minggu pun kita masih berhubung. Saya concern."
"Allah dah tentukan nasib you begini. Sabarlah. Dan nasihat saya, bukan sebagai bos you, tapi sebagai keluarga, jangan kembali lalai dan mengulangi kesalahan itu. Sebab memang lumrah insan, insan tu maksudnya lupa. Dan bila kita dah terbiasa dan ok, kita akan lupa dan buat semula. Biarlah sampai mati kekal macam ni."
Demi Allah, aku takkan mengulangi lagi kesalahan itu.
Nasihatnya amat terkesan. Aku tahu dan dalam setiap doaku selepas solat, aku bermohon supaya Allah kekalkan nikmat iman dalam diriku dan rasa takut akan siksamu sehingga akhir hayatku.
Aku jadi tertekan dengan perasaan bersalah bila menyebabkan orang kecewa denganku. I had failed you. Aku minta maaf. Tidak ada apa yang mampu aku lakukan untuk mengubah masa silam itu, tapi aku akan mengubah masa depan ini InsyAllah.
Dan aku mengadu pada sahabat worior. Affected people katanya. And there are also like us, it will take some time for them to accept the news. Jangan katakan dia, aku sendiri pun masih goyang.
InsyaAllah. Things will get better.
Monday, 18 February 2013
Meeting the Warrior: Part 1
Bila aku lihat kembali, sedikit sebanyak kekuatan yang datang dalam diri aku kini datang dari semangat mereka yang mengalami nasib yang sama dengan diriku. I will be a complete selfish, if I didnt quote them here in my writings. Walaupun dengan sekadar satu pertemuan dengan mereka, tapi kesannya cukup dalam bagi diriku. Semangat, kekuatan, sokongan dan ilmu. Begitu berharga untuk aku bina hidup aku semula selepas ini.
Pertemuan pertama tatkala aku masih keliru dan kerap menangis. Aku dikenalkan dengan seorang insan yang kebetulan mempunyai sejarah hidup yang sama. Kami belajar di universiti yang sama. Bezanya, beliau sedikit lebih senior. Aku tidak mengenali beliau di kampus dulu, tapi sedikit persamaan itu cukup membuatkan aku selesa berkongsi cerita. Selepas lama bercakap melalui telefon dan mesej, akhirnya kami bertemu. Dan ketika itu, barulah aku teringat kembali wajah beliau kembali di universiti dulu. Banyak juga beza, lebih kurus berbanding dulu, tetapi lebih ceria. Sedikit gelap kulitnya berbanding dulu, tetapi lebih jernih senyumannya.
Dan ketika aku keliru dan terus menangis itu, dia dengan sabar memberikan aku kata-kata semangat. Dia banyak bercerita tentang apa yang dilalui, bagaimana menempuhi kesakitan keseorangan tanpa teman yang faham. Menanggung sakit sendirian untuk tempoh yang lama tanpa mengetahui diri sudah dihadiahkan Allah dengan anugerah ini. Dan mengingatkan yang aku patut bersyukur aku tahu lebih awal, dan ada teman yang sedia membantu dan berkongsi. Betul katanya, aku patut bersyukur. Dan membina kembali kekuatan untuk meneruskan kehidupan.
Insan kedua yang aku kenali melalui blog beliau yang cukup informatif dan terkenal. Walaupun sekadar berkenalan melalui email, berbalas mesej tetapi tulisannya sangat memberi kesan pada diriku. Dan dari situ, au tahu banyak lagi insan yang telah dibantu olehnya meskipun cuma melalui tulisan dan email. Hebat sungguh. Insan ini tidak mudah menampakkan muka kepada sesiapa, sekadar berkata-kata di alam maya, tapi bantuannya sangat berguna dan tepat untuk mereka yang memerlukan. Dia juga menempuh kisah perit, sakit dan panjang tapi bangkit semula untuk meneruskan perjuangan hingga kini.
Dan akhirnya aku bertemu AHP. Penggerak semangat bagi banyak insan yang senasib. Bukan ratusan, malah ribuan insan yang telah dibantu. Tanpa mengenal penat dan sibuk, komitmen beliau sangat tinggi. Dan semangat dalam dirinya juga melangit. Demi memenuhi tuntutan fardhu kifayah katanya. Aku bangga, dan semangatnya yang cukup kuat berdepan hadiah ini dan untuk terus menentang stigma telah membina kekuatan baru dalam diriku. Tidak ada yang mustahil untuk kita lakukan. Aku percaya padanya. Nantilah, suatu hari nanti aku akan berjuang bersama.
Aku tahu, tanpa semangat dari mereka, aku tidak mampu melawan hadiah ini berseorangan. Aku perlukan mereka yang memahami untuk bercakap. Dan ketika ini, aku tak mampu bercerita dengan mereka-mereka tersayang. Kurang-kurangnya, aku ada worrior, yang aku bakal jadi satu suatu hari nanti.
Dan ketika aku keliru dan terus menangis itu, dia dengan sabar memberikan aku kata-kata semangat. Dia banyak bercerita tentang apa yang dilalui, bagaimana menempuhi kesakitan keseorangan tanpa teman yang faham. Menanggung sakit sendirian untuk tempoh yang lama tanpa mengetahui diri sudah dihadiahkan Allah dengan anugerah ini. Dan mengingatkan yang aku patut bersyukur aku tahu lebih awal, dan ada teman yang sedia membantu dan berkongsi. Betul katanya, aku patut bersyukur. Dan membina kembali kekuatan untuk meneruskan kehidupan.
Insan kedua yang aku kenali melalui blog beliau yang cukup informatif dan terkenal. Walaupun sekadar berkenalan melalui email, berbalas mesej tetapi tulisannya sangat memberi kesan pada diriku. Dan dari situ, au tahu banyak lagi insan yang telah dibantu olehnya meskipun cuma melalui tulisan dan email. Hebat sungguh. Insan ini tidak mudah menampakkan muka kepada sesiapa, sekadar berkata-kata di alam maya, tapi bantuannya sangat berguna dan tepat untuk mereka yang memerlukan. Dia juga menempuh kisah perit, sakit dan panjang tapi bangkit semula untuk meneruskan perjuangan hingga kini.
Dan akhirnya aku bertemu AHP. Penggerak semangat bagi banyak insan yang senasib. Bukan ratusan, malah ribuan insan yang telah dibantu. Tanpa mengenal penat dan sibuk, komitmen beliau sangat tinggi. Dan semangat dalam dirinya juga melangit. Demi memenuhi tuntutan fardhu kifayah katanya. Aku bangga, dan semangatnya yang cukup kuat berdepan hadiah ini dan untuk terus menentang stigma telah membina kekuatan baru dalam diriku. Tidak ada yang mustahil untuk kita lakukan. Aku percaya padanya. Nantilah, suatu hari nanti aku akan berjuang bersama.
Aku tahu, tanpa semangat dari mereka, aku tidak mampu melawan hadiah ini berseorangan. Aku perlukan mereka yang memahami untuk bercakap. Dan ketika ini, aku tak mampu bercerita dengan mereka-mereka tersayang. Kurang-kurangnya, aku ada worrior, yang aku bakal jadi satu suatu hari nanti.
Thursday, 14 February 2013
Redha; A Small Steps to Begin
Hari ini, genap 33 hari aku tahu didalam diriku ada suatu tanda kebesaran Allah. Tanda keagunganNya untuk melakukan apa sahaja yang dikehendaki buat setiap makhluk dan hambaNya. Memang tidak sedikit sesalku terhadap apa yang berlaku, tetapi lebih besar lagi dugaan dan cabaran yang bakal aku hadapi dalam hidupku ini. Setiap hari, jam, minit dan saat aku dihantui rasa sesal, takut dan marah, namum aku tahu ini adalah sebahagian ujian Allah buat diri aku yang lemah dan hina.
Selama ini, aku kurang ambil tahu tentang masa depan, kesihatan dan paling penting kasih sayang Allah terhadap diriku. Aku lena dalam buaian dunia yang kononnya penuh keseronokan, tapi sebenarnya ia penuh dugaan dan kesusahan, kecuali bagi mereka yang sentiasa ingat dan berdamping dengan Allah. Apa yang berlaku kepada diriku adalan sesuatu diluar kuasa dan kemampuanku untuk membetulkannya. Dan hanya Allah yang mampu membantuku.
Aku perlu redha dan menerima ketentuan ini sebagai satu ujian yang di turunkan Allah terhadap setiap makhlukNya. Mungkin ia berbeza bagi setiap orang, dan bergantung kepada apa yang termampu dihadapi, tapi yang paling utama setiap ujian itu adalah panggilan Allah untuk kita kembali padanya.
I might loose everything I have. My family, career, future and wealth. But this wont stop me from believing in Him and redha with everything he gave me. InsyaAllah, for those who patient and keep on praying, things will get better. We can't see what we are going to have, but trust me when you come back to Him and pray with all your heart, He will listen, path the right way and lead you to happiness again.
O you who have believed, persevere and endure and remain stationed and fear Allah that you may be successful. (Ali-Imraan, 3:200)
Monday, 11 February 2013
Grief; The After Effect
When I was in the land of the rich Arabs, I watched this TV program on their televisions. The program defines that grief comes in 5 stages.
denial, anger, bargaining, depression and acceptance.
When I first know that I had this gift, I regret what happened and grieving myself. I am alone, no one to talk to and almost turn insane. I can't sleep at all and losing appetite to eat. The musics that I hear is all silent, the colors that I see is all black and the food I eat is tasteless. Nothing is right, and I am clueless what shall I do, where shall I go.
Syukur to Allah Yang Maha Besar, I still have Him deep in my heart. I began to reflect back, started to perform salah, do a lot of prayers and recite Quran. And yes it soothes out my broken heart.
When things happened, regardless of what, sickness, death, failure, frustration, divorce, anger; all of us will grief over it. Some of us will recover whilst some are not. We keep on saying "Oh Allah, why do you give me this? What has I done?".
Do we realize that everything that happened to ourself was decreed by Allah since we are 4 months old in our mom's womb?
Always keep in mind that trials is inevitable to all His servant. And for us, these are the trials He gave us; the gift. Do not let grief find a way into your heart. Do not give any opportunity for syaitan to whisper to you and try to cause you mental distress that will only add to you pain.
denial, anger, bargaining, depression and acceptance.
When I first know that I had this gift, I regret what happened and grieving myself. I am alone, no one to talk to and almost turn insane. I can't sleep at all and losing appetite to eat. The musics that I hear is all silent, the colors that I see is all black and the food I eat is tasteless. Nothing is right, and I am clueless what shall I do, where shall I go.
Syukur to Allah Yang Maha Besar, I still have Him deep in my heart. I began to reflect back, started to perform salah, do a lot of prayers and recite Quran. And yes it soothes out my broken heart.
When things happened, regardless of what, sickness, death, failure, frustration, divorce, anger; all of us will grief over it. Some of us will recover whilst some are not. We keep on saying "Oh Allah, why do you give me this? What has I done?".
Do we realize that everything that happened to ourself was decreed by Allah since we are 4 months old in our mom's womb?
Always keep in mind that trials is inevitable to all His servant. And for us, these are the trials He gave us; the gift. Do not let grief find a way into your heart. Do not give any opportunity for syaitan to whisper to you and try to cause you mental distress that will only add to you pain.
And We will surely test you with something of fear and hunger and a loss of wealth and lives and fruits, but give good tidings to the patient,
Who, when disaster strikes them, say, "Indeed we belong to Allah , and indeed to Him we will return."
Those are the ones upon whom are blessings from their Lord and mercy. And it is those who are the [rightly] guided (Al-Baqarah, 2:155-157)
Bangkitlah. Cukuplah bersedih. Sampai bila pun. Berhenti menjadi pesimis. Janganlah ditutup lagi mata untuk hanya melihat kegelapan, kesedihan dan kerisauan. Ia hanya akan memburukkan lagi keadaan, membawa kepada kemurungan dan bagai hanya menunggu masa kematian tiba.
Tidak ada kesedihan yang tidak mampu dirawat. Kembali lah kepada Allah, kerana semuanya datang daripadaNya juga. Banyakkan istighfar dan berzikir. InsyaAllah.
Doa ketika ditimpa musibah:
Maksudnya: Mencukup Allah bagi agamaku, mencukupi Allah bagi duniaku, mencukupi Allah bagi apa yang menyusahkan aku, mencukupi Allah bagi yang menganiaya aku, mencukupi Allah orang yang berniat jahat kepadaku, tidak ada daya upaya dan tidak ada kuasa melainkan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
"(Iaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikrullah". Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang tenteramlah hati manusia. (Ar-Ra'd, 13:28)
Aku sebenarnya berpesan pada diriku sendiri, dan buat perkongsian dengan sahabat-sahabat sekelian. Semoga kita semua kuat menempuh dugaan ini.
Tuesday, 5 February 2013
Regret; The First Reaction
The first thing that I felt upon knowing the result, is the biggest regret in my life. There is no word to describe how bad I feel that time. I keep on blaming myself for everything happened. And that time, the only thing comes into my mind to seek Allah's help by giving some miracle that this didn't happened.
I am acting beyond rational and grieving over the mistakes. There is nothing positive that can penetrate into my mind to think ahead and act accordingly. The regret was so hard on me I almost forgot about who I am. And the after effect is even worse. The grieve comes along with the regret and to one extend I want to end everything instantly.
Maha Suci Allah, dengan rahmat dan kebesaranMu, kau masih selamatkan aku dari kemurkaanMu yang lebih besar. And in the toughest period, I came to realize that there is no one could help to ease this regret except Allah, The Al-Mighty. I slowly come back to Him, cool of my mind with Quran and solah.
Betapa besar sesalanku, betapa hebat rasa bersalah dan kesalku, aku sedar aku tidak mampu mengubah apa ynag terlah berlaku ke atas diriku ini. Itu tanda kekuasaan Allah, tanda keadilanNya terhadap makhluk. Dan rasa bersalah ini menjadi titik permulaan untuk aku berubah dan merancang masa depan yang lebih baik. Aku bertekead untuk meninggalkan segala dosan yang pernah aku lakukan dan hidup dengan cara yang diredhaiNya. InsyaAllah.
There's this beautiful syair from Shaykh Mukhtar As-Shikqitee, with a very deep meaning (at least to myself) to reflect and regret.
There is no soul that will raise up, (except) to say: Oh what I have regretted,
Oh that I regret when I stayed up late at night (only for enjoyment),
Oh that I regret of the years I have wasted (for entertainment),
Oh that I regret of all the hours and moment I spent (without remembering Allah),
Oh what do I regret about those days and night,
Oh that I regret that the friend (I choose) will be no avail,
Oh that I regret that the partner I choose not to be able to advocate (to me),
Oh that I regret that my life (now) over and time has passed.
Lest a soul should say, "Oh [how great is] my regret over what I neglected in regard to Allah and that I was among the mockers." (Az-Zumaar, 39:56)
I am acting beyond rational and grieving over the mistakes. There is nothing positive that can penetrate into my mind to think ahead and act accordingly. The regret was so hard on me I almost forgot about who I am. And the after effect is even worse. The grieve comes along with the regret and to one extend I want to end everything instantly.
Maha Suci Allah, dengan rahmat dan kebesaranMu, kau masih selamatkan aku dari kemurkaanMu yang lebih besar. And in the toughest period, I came to realize that there is no one could help to ease this regret except Allah, The Al-Mighty. I slowly come back to Him, cool of my mind with Quran and solah.
Betapa besar sesalanku, betapa hebat rasa bersalah dan kesalku, aku sedar aku tidak mampu mengubah apa ynag terlah berlaku ke atas diriku ini. Itu tanda kekuasaan Allah, tanda keadilanNya terhadap makhluk. Dan rasa bersalah ini menjadi titik permulaan untuk aku berubah dan merancang masa depan yang lebih baik. Aku bertekead untuk meninggalkan segala dosan yang pernah aku lakukan dan hidup dengan cara yang diredhaiNya. InsyaAllah.
There's this beautiful syair from Shaykh Mukhtar As-Shikqitee, with a very deep meaning (at least to myself) to reflect and regret.
There is no soul that will raise up, (except) to say: Oh what I have regretted,
Oh that I regret when I stayed up late at night (only for enjoyment),
Oh that I regret of the years I have wasted (for entertainment),
Oh that I regret of all the hours and moment I spent (without remembering Allah),
Oh what do I regret about those days and night,
Oh that I regret that the friend (I choose) will be no avail,
Oh that I regret that the partner I choose not to be able to advocate (to me),
Oh that I regret that my life (now) over and time has passed.
Saturday, 2 February 2013
Hoping for an Easy Path
Since I knew that this gift is in me on the Jan 11, my life changes drastically. Physically and from outer appearance I might look the same, but I am fighting with the fear inside. I tried to be positive and look as normal as I can to the people around, but somehow I can't. And obviously my mom and dad noticed. It's just they didn't ask me why but asking my best friend instead. I keep on giving fake smiles to everyone but I am so bad at it. They knew something big happened, not only the worries and fear of going abroad.
I was convinced by the counselor that my health is still at top condition as of today. So she allow me to go and come back to see her the first thing once I return. And my doctor at the medical center was continuously giving me helps and words of advice. She is such an angle. She prepped me with boxes of medicines in case I am getting common sickness during my trip. I felt relief and gained some internal strength to get through this.
And on the day I'm leaving, not a single tears came out. And successfully fake the smiles in front of everyone.
Tak putus-putus aku berdoa setiap kali solat supaya Allah permudahkan jalanku di bumi Arab itu. Aku berharap dan bermohon padaNya supaya segala urusanku berjalan lancar and mudah tanpa sebarang halangan. Aku tidak mampu lagi behadapan dengan sebarang masalah kerana aku tahu aku dalam keadaan yang sangat rapuh. Aku masih belum mampu menerima hakikat keadaan dan nasibku ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)